SETETES AIR MATA
SETETES AIR MATA
Kusimpan semua kenangan kita diatas sana, bersama indah gemerlapnya bintang dilangit. Mungkin kenangan kita selalu abadi diatas sana bersama gemerlapnya bintang yang tak kunjung padam.
Langit kian memudar seiring berlalunya cahanya jingga kemerahan pun mulai lenyap, tergantikan oleh kegelapan ketika malam mulai berkuasa. Bulan pun malu-malu keluar dari persembunyiannya. Tak segumpal awanpun yang mengotri langit. Bintang-bintang bertaburan menghiasi sang malam dengan gemerlap cahanya indahnya menghalau kekelapan malam dilangit yang temaram yang menambah indahnya malam. Di ufuk timur dewi malam tersenyum. Begitu indah senyumannya bagai senyum seorang puteri pada sang pangeran. “Malam yang begitu indah’’, desahku, melihat dua pasangan kekasih yang saling bercembu mesra diujung dermaga Jeti Lewoleba. Entah apa yang terpikirkan olehku saat melihat malam ini. Bagiku, malam ini penuh kedamaian diantara mereka berdua dibawah kelamnya malam yang berhiaskan bintang-bintang. Kilauan bulan purnama yang menerangi langit. Mendengarkan suara serangga malam menambah malam itu penuh makna. Ditemani angin sepoi-sepoi dan gemuruh ombak yang menghepas dibibir pantai seakan-akan sebuah melodih indah, perlahan aku melihat kedua pasangan kekasih itu saling bertatapan dan berjanji tatap menjaga perahu cinta mereka walau gelombang selalu menghempas tapi perahu cinta mereka tetap terjaga abadi. Setiap memori mucul dalam film ingatanku, di ujung dermaga jeti Lewoleba yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta mereka dalam selembar kenangan.
Entah berapa lama lelaki itu akan pergi meninggalkan dia tapi terlihat jelas diraut wajah gadis itu penuh dengan kesedihan dan kecemasan. Mungkin, seminggu, sebulan, atau setahun, rasanya itu sangat lama. Dia akan pergi ke negeri matahari terbit untuk menuntut ilmu. Entah dari mana angin yang berhembus, aku mendengar desisan suara samar samar dengan kata-kata perpisahan yang keluar dari mulut mereka diujung Jeti Lewoleba yang menjadi saksi bisu perjalan cinta mereka seakan gadis itu percaya kekasihnya akan tetap merindukannya direlung hati yang paling dalam hanya ada kamu, dengan teduhnya langit malam itu membuat pasangan kekasih itu tak bisa melupakan kenangan mereka. Malam semakin meredup, langit tampak muram didekap awan kelabu. Payung merah tampak setia menudungi mereka dari butiran air yang mulai turun membasahi bumi. Laut seakan akan menjdi tenang, tapi langit yang muram didekap awan kelabu itu tak berhak menghentikan kedua pasangan itu untuk melangkah berpisah. Aku nyakin kedua pasangan ini benar benar saling mencintai, bahkan aku bahagia bila hanya mampu melihat dari jauh kedua pasangan itu yang saling mempertahankan bahtra cinta mereka. Bersama jatuhnya air mata gadis itu berkata; “aku tak mau engkau pergi, kedua kalinya pergi meninggalkan aku. Aku tak ingin berhenti dan berakhir sampai disini, tak mungkin kubiarkan bunga asmaraku layu lagi”. Aku lelah. Aku mulai lelah engkau meninggalkan aku mulai malam ini. Kenapa malam ini berotasi begitu cepat, aku tak mau hari-hariku berlalu tanpamu disampingku, aku tak mau melenggang dan melangkah santai sendiri bersama berlalunya hari yang kuhitung setiap tanggal di atas kalender di sudut kamar. Rindu menyusup tiap buliran darahku yang tak kusangka terus menggerogoti tenagaku, ragaku, atau bahkan jiwaku. Aku berdiri menatapi tubuhku yang makin tampak bagai mayat hidup dari pantulan cahaya di hadapanku. Senyum itu, tawa itu, bahagia itu musnah sudah bersama hilangnya pelangi di hidupku. Mana kata kata yang pernah kita ciptakan agar tidak ada perpisahan di antara kita berdua. Kau penah bersumpa walaupun ada jurang yang memisahkan kita, kita selalu bersama. Masihka kau ingat kenangan kita, kau pernah berkata kepadaku; “Oa ew,,,sa kuat di nko le tanpa dirimu hidupku tak berarti tanpa dirimu walaupun pertemuan kita begitu singkat’’. Apakah Oa merasakan yang sama juga sepertiku? Akupun tersenyum sinis dan berkata; “Tata saya punk cinta kuat di nko lew cinta dan sayang ini Cuma satu di nko”. Nona ew saya punk sayang, hati dan jantong ini te bisa geser ke orang lain. Kita dua sama-sama sayang, cinta kita dua te bisa baku lebas sekuat dermaga jeti ini walaupu ombak sili berganti menghempasnya ia selalu berdiri kokoh.“Sa cinta nko Oa” sama tata saya juga cinta kuat di tata. Aku hanya mampu terbaring. Membuka mata pun aku tak sanggup. Aku hanya bisa merasakan butiran-butiran air mengalir lurus melewati pipi, jatuh ketanah. Aku juga bisa merasakan apa yang mereka sedang rasakan. Waktu bergulir, mereka semakin hilang daya, di penantian ujung dermaga jeti Lewoleba. Di sela udara yang kurasakan makin sulit untuk kuhirup, aku mampu rasakan sentuhan itu, air mata itu, suara itu, dan kehangatan cinta itu. Aku masih terpejam dan tak mampu lagi kubuka, getar suara itu berucap. “Sa juga cinta nko Tata” sa kuat di nko lew Tata.
Kata-kata itulah yang membuatku bersedia menunggu dirinya pulang. Aku pasti kembali menemui dirimu. Yang mengaungi telingaku dan meresap ke pikiranku. Aku rindu dengan tindakannya, perkataannya yang membuat aku ingin berubah karenanya. Pertama kali melihat sosok wanita itu. Aku akan setia menunggumu. Aku akan selalu ingat janjimu. Jika berjodoh, kita akan bertemu kembali. Kerinduan akan merta-merta hanya untukmu. Aku yakin, kamu akan menepati janjimu. Kamu adalah Inspirasiku, kamu adalah pemimpinku, dan hanya kamulah adalah panutanku sampai akhir. Aku hanya mampu terbaring. Membuka mata pun aku tak sanggup. Aku hanya bisa merasakn butiran-butiran air mengalir lurus melewati pipi dan jatuh kebumi. Aku juga bisa merasakan dia yang ada di sampingku. Saat radang selaput otak telah menyita segenap usaha, mimpi, masa depanku, dan nyawaku ia tak jua kembali.
Waktu bergulir, aku semakin hilang daya. Jiwaku gamang di penantian kuasa Tuhan. Di sela udara yang kurasakan makin sulit untuk kuhirup, aku mampu rasakan sentuhan itu, air mata itu, suara itu, dan kehangatan cinta itu. Aku masih terpejam dan tak mampu lagi kubuka, getar suara itu berucap…
“Ampuni aku Oa, ampuni aku yang tak pernah mampu memahami keinginanmu. Ampuni aku yang terlalu bodoh menanggapi anugerah cinta ini. Aku tahu kamu mendengarku, aku yakin itu. Dengar Oa, aku mencintaimu. Ya aku juga mencintaimu. Hanya saja aku takut kehilanganmu bila kamu kumiliki. Aku akan hancur bila kelak kita bersama dan bila saatnya kita harus berpisah. Aku tak bisa menjalani kenyataan itu. Maka aku memilih untuk tak memilikimu, kuharap dengan begitu aku tak akan merasakan kehilanganmu. Ternyata aku salah Oa, ini justru menyiksaku. Cinta itu justru semakin dalam.”Aku masih mendengarnya, disela suara jengrik yang masih setia mendengarkan aku di dunia diluarsana.
“Oa, aku mohon buka matamu. Kamu harus bisa melihatku di sini, menantimu, dan tak akan ada ketiga kalinya aku meninggalkanmu. Oa, bukankah diujung Jeti ini kita pernah berjanji akan datang bersama sang pelangi? Aku merasakan bibirku hangat, sebuah sentuhan dengan lembut menjamah manja bibirku. Disusul butiran hangat menetes dari matanya, jatuh ke pipiku. Bersamaan itu pula aku merasakan jiwaku makin menjauhi tubuhku yang tak lama lagi akan membeku. Aku baga melayang, aku tak bisa merasakan kecupan itu lagi. Aku hanya mampu melihat dia mengurai air mata, mengguncang tubuhku, meratapi aku yang tak akan pernah lagi kembali.
Kamu harus percaya, entah pada detik yang ke berapa dan di ruang waktu yang mana, kita pasti akan berjumpa lagi. Dan tenanglah sayang, gerimis tetap akan menanti pelanginya di sana, di balik awan, di keabadian.
Tentang penulis:
Cerpen ini di tulis oleh Aken Ruing
Seorang penyair muda asal Lembata yang menghabiskan waktunya untuk mengisahkan tentang Tuhan, rindu dan kamu.
Sekarang Ia berdomisili di Manila.
Comments
Post a Comment